Tanda stop termasuk salah satu rambu lalu lintas
yang keberadaannya kerap diabaikan. Rambu ini banyak terlihat di
perlintasan kereta api juga halte pemberhentian angkutan umum.
Sebaliknya, simbol dilarang stop yang berupa huruf S dicoret juga
bernasib sama. Rambu ini banyak diabaikan pengguna jalan.
Terlepas dari itu, rambu stop telah
memiliki sejarah cukup panjang. Rambu ini, untuk pertama kalinya
dipasang di Detroit, Michigan, tahun 1915. Menurut situs
myparkingsign.com, rambu stop yang pertama kali dipasang itu berupa
papan berlatar warna putih dengan tulisan ‘STOP’ berwarna hitam. Ukuran
papannya lebih kecil dibanding rambu stop yang ada saat ini.
sumber: myparkingsign.com |
Dengan warna yang tidak mencolok
dan ukuran papan yang kecil, rambu stop tidak banyak diperhatikan para
pengguna jalan saat itu. Pada tahun 1922, American Association of
Highway Officials (AASHO) menggelar pertemuan untuk membuat standarisasi
rambu stop. Dari pertemuan ini disepakati papan rambu stop dibuat unik,
yakni berbentuk segi delapan (oktagonal).
Setelah diganti dengan bentuk oktagonal,
para pengemudi mulai memperhatikan rambu tersebut, meski belum maksimal.
Karena itulah pada tahun 1924 digelar National Conference on Street and
Highway Safety (NCSHS). Konferensi ini menyepakati warna baru rambu
stop. Warna dasar papan yang semula putih, diubah menjadi kuning. Di
Amerika, warna ini bertahan hingga tahun 1954.
Lewat tahun itu, warna rambu berubah lagi.
Warna dasar yang semula kuning, diubah menjadi warna merah. Sedangkan
tulisan STOP-nya berwarna putih. Sepanjang tahun 1935 hingga tahun 1971
terjadi sedikitnya delapan kali perubahan bentuk dan warna rambu stop.
Kata ‘stop’ sendiri sudah banyak digunakan
di negara-negara yang bahasa tuturnya bukan bahasa Inggris. Selain itu,
bentuk papan oktagonal juga banyak diadopsi oleh negara lain. Di Cina,
Kanada, Brazil, Mexico, Turki, Korea Utara, papan rambu stop dibuat
persegi enam. Beberapa negara seperti Portugal, Spanyol, Argentina,
Ekuador, juga beberapa negara lain menerjemahkan kata stop ke dalam
bahasa setempat.
Di Indonesia, rambu tersebut tetap
menggunakan kata stop. Padahal sebenarnya, Kamus Besar Bahasa Indonesia
menuliskan kata stop dengan ‘setop’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar